MIMBARBANGSA.CO.ID — Ketua Dewan Pimpinan Cabang Pemuda Peduli Nias (DPC PPN) Kabupaten Nias Barat, Agusrama Laia, S.Pd., meminta Pemerintah Provinsi Sumatera Utara agar segera menepati janji dan mencarikan solusi atas lambannya penanganan Jembatan Sungai Oyo yang ambruk di Desa Tuwuna, Kecamatan Mandrehe, Kabupaten Nias Barat.
Sudah lebih dari dua bulan sejak jembatan tersebut roboh, masyarakat harus menghadapi beban ekonomi baru akibat mahalnya biaya jasa penyebrangan menggunakan sampan (perahu) untuk menyeberangi sungai. Layanan alternatif ini, meskipun menjadi satu-satunya pilihan, memaksa warga mengeluarkan biaya hingga Rp 25.000 sekali jalan — Rp 10.000 per orang dan Rp 15.000 untuk sepeda motor. Jika bolak-balik, totalnya bisa mencapai Rp 50.000 per hari.
"Biaya penyebrangan ini sangat menguras isi kantong masyarakat, khususnya pengendara roda dua yang beraktivitas harian antara Nias Barat dan Gunungsitoli," ujar Agusrama kepada sejumlah media hari ini, Jumat, (23/5/2025). Ia menambahkan, kondisi ini jelas memperburuk ekonomi masyarakat pedesaan yang sudah rentan, dan jika dibiarkan, akan semakin menyengsarakan warga.
Sebelumnya, Gubernur Sumatera Utara bersama Kepala Dinas PUTR sempat berkunjung ke lokasi ambruknya jembatan dan berjanji akan memulai pembangunan kembali dalam waktu sembilan bulan, dimulai April 2025. Namun hingga kini, belum ada tanda-tanda pengerjaan dimulai.
PPN Nias Barat menilai pemerintah provinsi tidak boleh diam dan membiarkan kondisi ini terus berlangsung. Mereka mendesak agar Pemprov Sumut segera menindaklanjuti janji tersebut atau setidaknya memberikan solusi sementara agar beban masyarakat tidak terus bertambah.
"Kami tidak ingin masyarakat terus-menerus menjadi korban. Jangan sampai ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan di balik penderitaan warga. Ini soal kemanusiaan, bukan hanya soal infrastruktur," tegas Agusrama.
Masyarakat berharap, perhatian pemerintah tidak sebatas pada kunjungan dan janji politik, melainkan dibuktikan dengan tindakan nyata di lapangan. Jika tidak segera ditangani, kondisi ini bisa berdampak lebih luas terhadap akses ekonomi, pendidikan, dan layanan dasar lainnya di wilayah Nias Barat. (Arl/Mbg)