Jakarta, MimbarBangsa.co.id — Rekomendasi yang disampaikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek melakukan jual rugi alias cut loss enam saham yang menjadi portofolio dinilai berpotensi merugikan investor. Pakar hukum pidana Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Suparji Ahmad mengatakan, keputusan cut loss maupun take profit sangat tergantung pergerakan harga di pasar.
”Namun kebijakan tersebut bersifat teknis dan merupakan kewenangan direksi BPJS, karena salah satu kiat melokasir risiko adalah meminimalisasi capital loss pada portofolio saham,” ujar dia dalam keterangannnya Senin (5/7/2021).
Suparji menilai, rekomendasi cut loss maupun take profit akan berpengaruh terhadap laporan keuangan BPJS. Untuk itu, apapun tindakannya, maka pejabat BPJS yang berhak memutuskan. Pasalnya, dampak rekomendasi cut loss oleh BPK, akan berpengaruh pada kondisi pasar bursa di tengah pandemi saat ini. Artinya, saham-saham yang disebut BPK akan sepi peminat alias investor ragu menanamkan investasi keenam saham tersebut. “Kondisi ini merugikan bagi trader atau investor termasuk emiten yang disebutkan oleh BPK tersebut,” kata dia.
Dia mengkhawatirkan, potensi investor takut dalam melakukan investasi, mengingat opini cut loss sejumlah saham tersebut berpotensi menimbulkan kegaduhan pasar. ”Karena itu, harus ada kehati-hatian dalam prosesnya, agar tidak membuat gaduh di pasar bursa,” katanya.
Sebelumnya mantan Direktur Utama BEI Hasan Zein Mahmud mengkritisi instruksi BPK untuk melakukan cut loss ke enam saham yang menjadi portofolio BPJS Ketenagakerjaan. Keenam saham tersebut antara lain PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP), dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).
Sumber: Investor Daily