MIMBARBANGSA.CO.ID - Kepala Desa Maluo, Kecamatan Hilisalawa’ahe, Sukadamai Halawa (36), terus berharap keadilan ditegakkan. Setelah menerima enam kali Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) dari Polsek Lolowau, kasus dugaan pengancaman terhadap dirinya yang dilaporkan sejak Maret 2025 belum juga menunjukkan kejelasan. Ia meminta agar proses hukum tidak berlarut-larut dan segera diperjelas.
“Saya sudah menerima enam SP2HP, tapi kasus ini belum juga naik ke tahap penyidikan. Sebagai pelapor, saya bingung dan lelah. Kalau prosesnya seperti ini, ke mana lagi saya berharap?” ungkap Sukadamai kepada wartawan, Kamis (19/6).
Insiden pengancaman tersebut terjadi saat acara ibadah malam di rumah duka, Maret lalu. Sukadamai mengaku saat itu menyarankan agar kata pembukaan disampaikan oleh adik almarhum. Namun seorang warga berinisial PH alias Ama Rido menanggapi dengan amarah, memaki-maki, lalu kembali beberapa saat kemudian dengan membawa pisau dan mengucapkan ancaman, “Kubunuh kau, jangan lari.”
Merasa nyawanya terancam, Sukadamai langsung membuat laporan polisi dengan nomor STTLP/B/7/III/2025/SPKT/POLSEK LOLOWAU/POLRES NIAS SELATAN/POLDA SUMUT. Beberapa saksi pun telah dimintai keterangan. Namun, hingga kini kasus masih berada di tahap penyelidikan tanpa perkembangan berarti.
Kapolsek Lolowau, Iptu Bernad Napitupulu, saat dikonfirmasi Rabu (18/6), menjelaskan bahwa kasus belum dapat ditingkatkan ke penyidikan karena belum ada saksi yang secara langsung menyatakan melihat pengancaman tersebut. “Kami sudah gelar perkara, namun karena minim saksi kunci yang melihat langsung, maka belum bisa naik sidik,” jelasnya.
Namun penjelasan itu tidak sepenuhnya diterima oleh Sukadamai. Ia menegaskan bahwa beberapa saksi menyaksikan langsung peristiwa tersebut. Bahkan, karena merasa tidak aman, ia hingga kini mengungsi ke rumah mertuanya di Kecamatan Mandrehe. “Saya ini kepala desa, tapi tidak merasa dilindungi. Kalau hukum tidak segera memberi kepastian, apa jadinya kepercayaan masyarakat?” ujarnya.
Ia pun berharap agar Polres Nias Selatan turun tangan langsung, melakukan evaluasi terhadap proses yang berjalan di Polsek Lolowau. “Saya tidak ingin kasus ini hilang begitu saja. Enam SP2HP bukan angka kecil. Saya hanya ingin kejelasan dan keadilan,” tegasnya.
Kasus ini menjadi cermin betapa pentingnya profesionalisme dan transparansi dalam penanganan hukum. Apalagi jika menyangkut ancaman keselamatan seorang pemimpin desa. Masyarakat kini menanti: apakah laporan ini akan terus digantung atau akhirnya ditindaklanjuti dengan serius? (Walas)