Iklan

terkini

Gibran Tutup Operasional Sekolah Yang Siswanya Rusak Makam Kristen

WAOLI LASE
Kamis, 24 Juni 2021, Juni 24, 2021 WIB Last Updated 2024-06-25T17:26:51Z

Solo, MimbarBangsa.co.id — Wali kota Solo Gibran Rakabuming Raka, Putra Presiden Jokowi, marah setelah mengetahui adanya sejumlah anak-anak sekolah merusak pemakaman orang nasrani.

Adanya kasus ini langsung membuat Gibran menutup operasional sekolah informal yang diduga mengajarkan anak didiknya bersikap intoleran terhadap agama lain.

Seperti diketahui daerah pemakaman Cemoro Kembar dirusak oleh anak-anak.

Pengerusakan itu setelah adanya ajaran oleh salah satu sekolah informal di Kelurahan Mojo, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo mencuat.

Mengetahui Gibran marah, pengurus sekolah informal angkat bicara.

Seorang pengasuh sekolah informal bernama Wildan menyanggah pernyataan Gibran.

Dengan lantang ia mengucapkan sekolah tak pernah mengajarkan anak didiknya melakukan tindakan intoleran.

“Sama sekali tidak,” ucapnya, Rabu (23/6/2021).

Sekolah informal, aku Wildan, hanya mengajarkan pendidikan agama Islam, diantaranya hafalan Al – Qur’an.

“Kami murni mengajarkan hafalan Al – Qur’an. Itu saja sudah membuat murid-murid lelah,” akunya.

Wildan tidak mempermasalahkan bila sekolah informal yang diasuhnya diperiksa.

“Mau diperiksa, kami aman,” katanya.

Pengasuh sekolah informal, Wildan mengaku, pihaknya sudah mengajukan izin ke Kementerian Agama.

Namun, surat keputusan belum sampai ke tangannya.

“Izin memang sudah (diajukan). Tapi SK-nya belum keluar masih proses,” akunya, Rabu (23/6/2021).

Menurut Wildan, proses itu membutuhkan waktu lama apalagi di tengah pandemi Covid-19.

“Proses izin di masa Corona susah. Banyak penundaan, diantaranya survei lokasi dari Kementerian Agama,” ucap dia.

“Penundaan itu karena Corona, (Kementerian Agama) tidak mendekat ke area zona merah Covid-19,” tambahnya.

Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka tetap akan menutup tempat pembelajaran informal para pelaku yang merusak makam tersebut.

Karena lanjut dia, tindakan merusak makam itu lanjut dia sebagai bentuk intoleransi.

“Untuk makam kemarin saya serahkan saja ke Pak Kapolres,” kata Gibran, Selasa (22/6/2021).

“Biar ditangani langsung oleh pihak Kapolres,” jelasnya menekankan.

Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka akan menutup sekolah yang muridnya diduga melakukan perusakan belasan makam karena tidak berizin.

Selain itu, sekolah tersebut melanggar Surat Edaran No 067/1869 tentang Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Mengoptimalkan Peran Satuan Tugas Tingkat Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 di Solo.

Dalam SE nomor 7 huruf b poin 4 dijelaskan sekolah yang ingin menggelar tatap muka harus mendapatkan izin dari kepala daerah (wali kota) sesuai kewenangannya melalui rekomendasi dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Solo.

“Sekolahnya apakah sudah berizin? Kok selama penutupan sekolah ini (masih Covid-19) kok bisa tatap muka (PTM). Izinnya seperti apa. Yang lain tutup (daring) kok dia PTM. Dari prokesnya aja sudah tidak tepat. Yang jelas sekolahnya harus ditutup,” kata Gibran di Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Selasa (22/6/2021).

Terkait penanganan kasusnya, Gibran mengatakan telah menyerahkan ke polisi. Kemudian siswanya akan dilakukan pembinaan.

“Pasti yang jelas anak-anak yang kemarin itu akan kami bina dan harus diluruskan mindset-nya. Siswanya banyak yang luar kota sebenarnya,” terang dia.

Pascaperistiwa perusakan itu, kata Gibran, antara korban yakni ahli waris dan pengasuh sekolah sudah dipertemukan.

 

Sekolah Tanpa Izin

Setidaknya ada 12 makam yang rusak di pemakaman tersebut.

Pelaku sekitar 10 anak di bawah umur.

Kejadiannya sekitar jam 3 sore.

Anak-anak ini berasal dari luar Desa Mojo.

Namun mereka bersekolah di sebuah rumah yang tidak jauh dari makam.

Sementara, Lurah Mojo Margono mengatakan, ia tidak tahu apakah itu sekolah, bimbingan, atau apa.

Ia mengaku, mereka tidak pernah melapor ke desa.

Mereka anak-anak memperdalam ilmu agama.

“Mereka yang termuda 3 tahun, yang tertua 13 tahun. Totalnya ada sekitar 25 orang ,” ujar Lurah Mojo Margono.

Lanjut Lurah Mojo Margono, mereka menempati rumah tersebut dengan kontrak 2 tahun.

“Anak-anaknya kebanyakan dari Sukoharjo. Ada yang dari Solo tapi kecamatan mana yang tidak saya pantau,” katanya.

Selama mereka menyewa rumah, mereka juga sangat tertutup dengan penduduk setempat.

Bahkan, warga pun tidak mengetahui kegiatan apa saja yang ada di dalamnya. Pada kelanjutannya kasus ini akan diserahkan kepada Pemkot.

Sumber: Tribunnews

 

 

 

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Gibran Tutup Operasional Sekolah Yang Siswanya Rusak Makam Kristen

Terkini

Iklan