Medan, MimbarBangsa.co.id - Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara, menjatuhkan vonis 6 tahun penjara kepada terdakwa Bupati Labuhanbatu nonaktif Erik Adtrada Ritonga karena terbukti menerima suap pengamanan proyek sebesar Rp4,98 miliar.
"Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Erik Adtrada Ritonga dengan
pidana penjara selama 6 tahun penjara," kata Hakim Ketua As'ad Rahim
Lubis di Pengadilan Tipikor pada PN Medan, Rabu.
Majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa Erik Adtrada Ritonga
terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama
sesuai dengan dakwaan primer.
Selain penjara, hakim juga menghukum terdakwa Bupati Labuhanbatu
nonaktif membayar denda sebesar Rp300 juta dengan ketentuan apabila
denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
"Terdakwa terbukti melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal
18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP,
sebagaimana dakwaan alternatif kesatu," tegas dia.
Dari fakta-fakta di persidangan, majelis hakim menilai terdakwa
Erik Adtrada Ritonga telah menikmati uang dari perbuatan suap tersebut
sebesar Rp1,7 miliar.
Besaran uang yang telah dinikmati tersebut, majelis hakim
membebankan terdakwa Bupati Labuhanbatu nonaktif untuk membayar uang
pengganti sebesar Rp368 juta.
Hal itu mengingat uang lebih dari Rp1,33 miliar telah disita dan
dirampas untuk negara oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan
setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), harta
bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti
itu," ujar hakim As'ad.
Namun, lanjut dia, apabila harta benda terdakwa Erik Adtrada
Ritonga juga tidak mencukupi untuk menutupi uang pengganti tersebut,
diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak
politik untuk dipilih sebagai anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota selama 3 tahun terhitung sejak selesai menjalani
hukuman," ucap As’ad.
Hal memberatkan perbuatan terdakwa Erik Adtrada Ritonga karena
tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi,
dan terdakwa sebagai bupati tidak memberikan suri teladan yang baik
kepada masyarakat.
Perbuatan terdakwa Erik Adtrada Ritonga telah menghambat kemajuan pembangunan di Pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu.
"Hal meringankan adalah terdakwa bersikap sopan selama menjalani
persidangan, dan terdakwa menderita sakit stroke iskemik," katanya.
Setelah membacakan putusannya, Hakim Ketua As'ad Rahim Lubis
memberikan waktu 7 hari kepada terdakwa Erik maupun JPU KPK untuk
menyatakan apakah mengajukan banding atau menerima vonis tersebut.
Vonis itu sama (conform) dengan tuntutan JPU KPK sebelumnya menuntut terdakwa Erik dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Diketahui bahwa Bupati Labuhanbatu nonaktif Erik Adtrada Ritonga
terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK di Kabupaten
Labuhanbatu, Sumatera Utara, pada tanggal 11 Januari 2024.
Erik mensyaratkan fee hingga 15 persen dari nilai proyek
bagi kontraktor agar dimenangkan dalam tender pengadaan barang dan jasa
di lingkungan Pemkab Labuhanbatu.