Jakarta, MIMBARBANGSA.CO.ID – Langkah Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto, presiden kedua Republik Indonesia, memunculkan beragam tanggapan publik. Sebagian kalangan menilai keputusan tersebut sarat dengan motif politik dan upaya menjaga citra pemerintahan Prabowo menjelang akhir masa jabatannya.
Direktur Eksekutif Populi Center, Afrimadona, mengungkapkan bahwa percepatan penetapan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto bukanlah keputusan yang lepas dari pertimbangan politik. Menurutnya, momen ini dipilih secara strategis karena pada awal periode kepemimpinan, Prabowo masih memiliki kendali kuat terhadap dukungan partai politik pendukungnya.
“Langkah ini tampaknya diambil agar tidak merusak citra pemerintahannya di akhir masa jabatan. Di awal periode, kekuatan politik masih solid dan mampu mengamankan keputusan-keputusan besar seperti ini,” ujar Afrimadona.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa pemberian gelar tersebut memiliki keterkaitan erat dengan persepsi masyarakat kelas bawah yang cenderung memandang positif era Orde Baru. Dalam pandangan publik, Soeharto dianggap sebagai simbol kepemimpinan yang kuat, stabilitas pemerintahan yang terjaga, serta kondisi ekonomi yang relatif aman dengan inflasi rendah.
“Menariknya, hasil penelitian kami menunjukkan bahwa apresiasi terhadap sosok Soeharto tidak hanya datang dari generasi tua, tetapi juga dari generasi muda seperti milenial dan Gen Z. Ini menandakan nostalgia terhadap stabilitas masa lalu masih cukup kuat di berbagai lapisan masyarakat,” tambah Afrimadona.
Namun, keputusan pemerintah ini tak luput dari gelombang penolakan. Di sejumlah kota besar, demonstrasi digelar sebagai bentuk protes terhadap penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional. Para demonstran menilai kebijakan ini mengabaikan catatan kelam pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi yang melekat pada masa Orde Baru.
Meski begitu, acara penganugerahan di Istana Negara pada Senin (10/11) tetap berlangsung khidmat. Prabowo menyerahkan gelar pahlawan nasional secara simbolis kepada dua anak Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana (Mbak Tutut) dan Bambang Trihatmodjo, yang berdiri di barisan terdepan bersama keluarga penerima lainnya.
Selain Soeharto, pemerintah juga menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada delapan tokoh lainnya, termasuk Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), aktivis buruh Marsinah, mantan Menteri Hukum Mochtar Kusumaatmadja, serta tokoh agama dan pejuang daerah seperti Rahman el Yunusiyyah, Sarwo Edhie Wibowo, Sultan Muhammad Salahuddin, Syaikhona Muhammad Kholil, Tuan Rondahaim Saragih, dan Sultan Zainal Abidin Syah dari Tidore.
Dalam seremoni tersebut, pemandu acara menegaskan bahwa Soeharto ditetapkan sebagai pahlawan nasional di bidang perjuangan dan politik, karena kiprahnya sejak masa kemerdekaan ketika menjabat sebagai Wakil Komandan BKR Yogyakarta dan memimpin pelucutan senjata tentara Jepang di Kota Baru pada 1945.
Dengan penuh penghormatan, Presiden Prabowo yang mengenakan setelan jas abu-abu dengan dasi biru dan peci hitam menyalami satu per satu perwakilan keluarga pahlawan yang hadir.
Saran/Apresiasi dari Redaksi MIMBAR BANGSA:
Redaksi MIMBAR BANGSA mengapresiasi upaya pemerintah dalam memberikan penghormatan kepada tokoh-tokoh bangsa. Namun, penting diingat bahwa setiap keputusan bersejarah seperti ini harus ditempatkan dalam kerangka objektif yang menghormati nilai keadilan, kebenaran, dan semangat rekonsiliasi nasional.
Penulis: Walas | Editor: Admin001 | Sourch: bbc.com

0Komentar