![]() |
Potret Prada Lucky Chepril Saputra Namo di Asrama tentara Kuanino, RT 27, RW 06, Kecamatan Kota Raja, Kota Kupang, NTT, Kamis (7/8/2025). (f:MBG/detikBali) |
Nagekeo, MIMBARBANGSA.CO.ID — Suara tangis pecah di ruang jenazah RSUD Aeramo, Nagekeo, Rabu siang itu. Di balik penjagaan ketat belasan prajurit TNI, tubuh lemah Prada Lucky Chepril Saputra Namo (23) terbujur kaku—nyawa prajurit muda yang baru dua bulan mengabdi pada negara itu terhenti di tengah cita-cita besarnya. Luka lebam, sayatan, dan benturan di sekujur tubuhnya menjadi saksi bisu dugaan penganiayaan oleh seniornya, meninggalkan duka yang tak terperikan bagi keluarga, dan pertanyaan besar bagi publik: bagaimana mungkin kekerasan mematikan justru tumbuh di tubuh institusi yang seharusnya melindungi?
Korban mengembuskan napas terakhir usai menjalani perawatan intensif selama beberapa hari di ruang ICU RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo. Situasi di rumah sakit sempat tegang setelah kematian Lucky, dengan belasan personel TNI menjaga ketat ruang jenazah. Orang tua korban turut hadir mendampingi hingga detik terakhir.
Pangdam Minta Proses Transparan
Dandim 1625 Ngada, Letkol Czi Deny Wahyu Setiyawan, menyampaikan bahwa Pangdam IX Udayana memerintahkan proses hukum dilakukan secara cepat dan transparan. “Semua pihak sudah bergerak sesuai perintah Bapak Pangdam IX untuk memproses seluruh pelaku sesuai hukum yang berlaku,” ujar Deny.
Polisi Militer TNI telah mengamankan empat prajurit yang diduga kuat melakukan penganiayaan. Mereka kini ditahan di ruang tahanan Subdenpom Ende. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap lebih dari 24 orang, termasuk saksi-saksi di lokasi kejadian. Kadispenad Brigjen TNI Wahyu Yudhayana menegaskan bahwa prajurit yang terbukti bersalah akan dijerat sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer.
Luka Kekerasan dan Tuntutan Keadilan
Keluarga mengungkap adanya luka lebam, sayatan, dan benturan di tubuh Lucky. Paman korban, Rafael Davids, menduga keponakannya meninggal akibat penyiksaan oleh belasan seniornya. “Harus diproses hukum yang berat. Jangan hanya 2-3 tahun, ini nyawa anak kami,” tegasnya.
Ayah korban, Serma Christian Namo, yang juga anggota TNI di Kodim 1627 Rote Ndao, tak kuasa menahan emosi saat menjemput jenazah anaknya di Bandara El Tari Kupang. Ia menuntut hukuman maksimal bagi para pelaku. “Hukuman cuma dua: mati atau pecat,” ujarnya lantang.
Perjalanan Singkat di Dunia Militer
Prada Lucky baru lulus pendidikan TNI pada Februari 2025 dan mengikuti pelantikan di Rindam IX Udayana, Singaraja, Bali, Juni lalu. Setelah syukuran di kampung halaman Kupang, ia bertugas di Nagekeo. Lucky adalah anak kedua dari empat bersaudara, dikenal pendiam dan rendah hati.
Desakan dari DPR dan MPR
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menegaskan insiden ini mencederai marwah TNI. “Investigasi harus transparan, objektif, dan menyeluruh. Tidak boleh ada ruang bagi praktik kekerasan dalam lingkungan militer,” ujarnya. Ia juga mendorong reformasi internal untuk menghapus budaya senior-junior yang berujung kekerasan.
Senada, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengecam keras kejadian ini. Menurutnya, TNI harus menjadi pengayom baik untuk rakyat maupun sesama prajurit. “Hukum harus ditegakkan setransparan mungkin. Pelaku wajib mendapat hukuman setimpal,” tegasnya.
Kini, seluruh mata tertuju pada langkah penegakan hukum yang dilakukan aparat militer. Keluarga, publik, dan para legislator berharap keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu, demi menjaga kepercayaan masyarakat dan kehormatan institusi TNI.
0Komentar